Iklan 2

Kamis, 06 September 2012

Memahami bid’ah dan Membangun Toleransi Antar Pendapat

Pertanyaan:




Ustad, saya sering bingung kalau mendengar  bidah. Apalagi kalau dikatakan bahwa seluruh bidah sesat dan yang sesat itu dineraka. Kebingunngan ini bertambah kalau hal-hal yang selama ini dilakukan umat Islam dikatakan bidah, seperti maulidan, tahlilan, wiridan, dan lain sebagainya.

1.       Apakah yang dimaksud dengan bid’ah?

2.       Apakah Ulama sepakat dalam memahami bid’ah?

3.       Sikap apa yang terbaik kita lakukan dalam menghadapi masalah ini.

Terima kasih atas jawabannya.

Nazifa di Bogor

Jawaban :


Permasalhan bidah memang sering kita dengar ditengah masyarakat kita. Karena ada sebagian kelompok yang rajin melakukan penilaian terhadap tradisi-tradisi beragama yang dilakukan di tengah masyarakat kita. Sering kali penilaian tersebut berakhir dengankesimpulan bahwa hal tersebut bid’ah.

Disisi lain kelompok yang merasa melakukan tradisi-tradisi tersebut merasa terganggu dengan penilaian bid’ah yang dilontarkan. Akhirnya kelompok yang membid’ahkan dan yang dibid’ahkan menjadi berseteru yang terkadang diakhiri dengan saling tidak menegur sapa.

Untuk memahami masalah bid’ah dengan baik dan syamil, mari kita lihat hadis-hadis dibawah ini.

Hadis pertama:  Seseorang tiba di mesjid kemudian ia masuk kedalam shaf shalat. Ia tergopoh-gopoh karena mengejar shalat. Kemudian ia berkata:”Alhamdulillah hamdan kathiron thayyiban mubaarokan fiihi.”Ketika sholat selesai Rasulullah bertanya:”siapa yang mengucapkan kata-kata tadi?” Sahabat idak ada  yang menjawab. Kemudian Rasulullah saw mengulangi pertanyaanya: ”Siapa yang mengucapkan kata-kata tadi, Ia tidak mengucapkan sesuatu yang jelek. ” Seseorang menjawab: ”Saya tiba di masjid dan khawatir tertinggal shalat, maka saya mengucapkannya. ” Rasulullah berkata: ”Saya melihat dua belas malaikat berlomba siapa di antara mereka yang mengangkatnya.” (HR Muslim No. 600 )

Hadis Kedua: Ibnu Umar berkata: ketika kami sedang shalat bersama Rasulullah saw tiba-tiba ada seseorang yang mengucapkan: ” Allahu-akbar kabiroo, walhamdu-lillahi katsiroo, wa subhanallahi bukrotaw-waashilaa.” Kemudian Rasulullah saw bertanya: ”kalimat zikir tadi, Siapa yang mengucapkannya ?” salah seorang menjawab; “Saya wahai Rasulullah.” Rasulullah berkata: ”Aku mengaguminya, dibukakan pintu langit bagi kalimat tersebut!”(HR Muslim no.601)

Hadis Ketiga: Seseorang dari kaum Anshar menjadi imam di masjid Quba. Ia selalu membaca surat al Ikhlas sebelum membaca surat lain setelah al-Fatihah. Ia melakukannya setiap rakaat. Jamaah masjid menegurnya: ”Kenapa anda selalu memulainya denga al-Ikhlas, bukankah surat al-Ikhlas cukup dan tidak perlu membaca surat lain, atau engkau memilih cukup  membaca al-Ikhlas atau tidak perlu membacanya dan cukup surat lain. Ia menjawab: Saya tidak akan meninggalkan surat al-Ikhlas, kalau kalian setuju saya mengimami dengan membaca al-Ikhlas maka saya akan mengimami kalian, tapi kalau kalian tidak setuju maka saya tidak akan jadi imam. Mereka tahu bahwa orang ini yang paling baik dan tidak ingin kalau yang lain mengimami shalat. Ketika Rasulullah datang mengunjungi, mereka menyampaikan hal ini kepada Rasulullah saw. Rasulullah saw bertanya pada orang tersebut; ”Apa yang membuatmu menolak saran teman-temanmu? Dan Apa yang membuatmu selalu membaca surat al-Ikhlas setiap rakaat?” Ia menjawab: ”Saya mencintainya (al-Ikhlas). Rasulullah berkata: ”Kecintaanmu terhada surat al-ikhlas memasukanmu kedalam syurga!” (HR Bukhori  no.741)

Dari hadis-hadis diatas, kita mendapatkan bahwa para sahabat melakukan inovasi dalam beribadah. Rasulullah tidak pernah mengajarkan hal-hal tersebut. Dalam hadis pertama seorang sahabat menambah bacaan zikir dalam sholat. Hadis kedua seorang Sahabat membuat zikir, hadis ketiga seorang sahabat membuat hal yang tidak dilakukan Rasulullah saw.

Ulama berbeda pendapat dalam memahami hadis-hadis diatas. Sebagian berpendapat bahwa yang menjadi dalil dibolehkan hal-hal tersebut adalah taqriir (persetujuan) Rasulullah saw. Sebagian yang lain berpendapat bahwa yang menjadi dalil dibolehkannya hal-hal yang tidak dilakukan dan tidak diajarkan Rasulullah saw adalah karena hal-hal baru tersebut baik (amal khoir). Pendapat pertama melihat dari sisi taqriir-nya, sedangkan yang ke dua melihat dari sisi sebab taqriir.

Bagi pendapat pertama segala hal yang baru dalam ibadah dan dibuat setelah Rasulullah saw meninggal, maka hal tersebut bidah. Sedangkan pendapat kedua memandang tidak semua yang baru bid’ah. Apakah hal baru tersebut baik dan sesuai dengan syariat? Atau tidak? Kalau baik dan sesuai maka bidah hasanah, kalau tidak sesuai dan tidak baik maka bidah sayyiah (jelek).

Memahami Hadis Tentang seluruh bid’ah Sesat

Terdapat hadis yang secara dhohir teksnya menyatakan bahwa seluruh bidah sesat. Imam Muslim meriwayatkan: (Sesungguhnya sebaik-baiknya ucapan  adalah kitaabullah, dan sebaik-baiknya jalan (cara) adalah jalannya Rasulullah, sejelek-jeleknya perkara adalah hal-hal yang baru, setiap bid’ah sesat) (HR Muslim no.867)

Memahami teks hadis ini harus di cross-silangkan denga hadits-hadits lain yang berbicara tentang masalah yang sama. sehingga pemahaman yang dihasilkan menjadi sempurna. Oleh karena itu Imam Nawawi dalam kitab syarah Nawawi lishahiih muslim berkata bahwa umum dalam hadis diatas termasuk ‘aam makshuus, umum yang terdapat pengecualian, yang dimaksud adalah sebagian besar bidah sesat, bukan semuanya. (jilid: 6  hal154). di halaman lain Imam nawawi mengatakan bahwa yang dimaksud adalah bid’ah yang tercela (madzmuum) (jilid:7 hal:104)

Demikian pula dalam memahami hadis-hadis lain tentang bidah. Kita harus memahaminya dengan melakuakan cros silang dengan hadis yang semakna dan dalam satu masalah yang sama. Dalam Usul fikih dikenal  dengan istilah qorinatul-hadis . Satu hadis dengan yang lainnya bisa menjadi qorinah yang saling mempengaruhi makna hadis-hadis tersebut. Karena sumber hadis-hadis ini satu dan tidak mungkin saling bertentangan.

Membangun Sikap Toleran dalam masalah bidah

Secara umum Bid’ah adalah hal-hal yang baru dalam beragama. Ulama tidak sepakat dalam definisi bid’ah. Merekapun berselisih dalam hal apakah ada bidah hasanah atau tidak ada. Imam nawawi sepakat dengan Imam syafi’I dan al-Iz bin Abdissalaam bahwa disana ada bidah hasanah. Sedangkan Imam syatibi berpendapat bahwa bid’ah hanya satu yaitu bid’ah sayyiah (jelek)

Mensikapi perselisihan semacam ini harus mengedepankan persatuan. Masalah bi’ah adalah masalah ijtihadiyah. Ada dalam ranah dhonniy-dilalah, masih memungkinkan lebih dari satu makna. Sikap toleransi harus kita bangun dalam hal-hal yang diperselisihkan apakah bidah atau tidak. Atau apakah bidah hasanah atau Sayyiah? Agar umat ini tidak jalan ditempat dan tertinggal jauh dari umat lainnya.


Diasuh Oleh DR H M Taufik Q Hulaimi MA Med, Direktur Ma’had Aly an-Nuaimy Jakarta (Mencetak Kader Dai Nasional). Alamat: JlSeha II No I Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12220. Tlp 021-7251334


Dibuka pendaftaran mahasiswa baru. Gelombang 1 (1 - 27 Mei 2012). Gelombang 2 (2- 15 juli 2012).

http://sabili.co.id/agama/memahami-bid-ah-dan-membangun-toleransi-antar-pendapat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar