Iklan 2

Selasa, 25 November 2008

Penjajahan AS - Adam Malik Agen CIA ? Mungkin Saja


cia


Mungkin banyak orang berpendapat, untuk apa sih membicarakan hal buruk dari orang yang sudah meninggal?



Tapi demi kemaslahatan banyak orang, ada baiknya kita bahas. Pertama-tama kita harus pahami bahwa belum tentu tuduhan Adam Malik sebagai agen CIA benar. Bisa jadi cuma fitnah. Sebaliknya, mungkin saja Adam Malik benar agen CIA. Di dunia ini tidak ada hal yang mustahil. Wallahu a’lam bish shawab. Allah yang lebih mengetahui. Perlu penyelidikan dari pihak yang berwenang untuk mengetahui kebenarannya.



Terlepas dari masalah Adam Malik, coba kita perhatikan sekarang. Apakah ada agen CIA atau AS di Indonesia? Rasanya naif sekali jika kita bilang tidak ada. AS selain menyebar mata-mata CIA di seluruh dunia juga merekrut agen/kaki tangan yang bisa memberi informasi kepada mata-mata mereka.



Pemerintah AS lewat USAID mau pun lembaga-lembaga seperti Asia Foundation banyak mengucurkan bantuan baik kepada institusi di sini, perorangan, atau pun LSM-LSM. Di media massa. Bahkan AS memberikan “Bantuan/Uang” kepada TNI dan Polri. Untuk apa? Kan TNI dan Polri sudah ada anggarannya. Kemudian apa imbalannya untuk AS?



“There is no such as thing as a free lunch!” Tidak ada makan siang gratis! Kata orang Barat. Semua itu pasti ada timbal baliknya.



Coba lihat di:


http://infoindonesia.wordpress.com/category/penjajahan-ekonomi/



Bagaimana lembaga pemerintah AS, USAID membiayai berbagai pihak sehingga DPR kita mau menggodok UU Migas yang menguntungkan perusahaan-perusahaan AS.



Kenapa 90% migas kita justru dikelola oleh perusahaan-perusahaan AS sementara Pertamina (BUMN Indonesia) hanya mendapat kurang dari 10%?



Kenapa ketika Pertamina “BEREBUT” blok MIGAS CEPU dengan Exxon-Mobil (perusahaan AS), yang dimenangkan justru Exxon-Mobil?



Jika tidak ada agen-agen CIA/AS tidak mungkin hal itu akan terjadi.



Kenapa ada kelompok Islam gadungan yang dibiayai orang-orang kafir di AS dan Eropa begitu getol merusak ajaran Islam dari dalam, menolak syariah Islam, dan memecah persatuan Islam?



Itu semua karena memang ada agen AS yang menjajah Indonesia di bidang ekonomi hingga mayoritas rakyat Indonesia miskin.



Itu semua karena memang ada agen AS yang sengaja merusak dan mencoba merubah ajaran Islam sehingga aliran sesat dibela sementara Majelis Ulama Indonesia justru dihina.



Oleh karena itu mari kita buka mata kita agar kita bisa tahu mana orang yang beriman, mana orang yang munafik, dan mana orang yang kafir.



Allah melarang orang yang beriman mengambil orang-orang kafir, apalagi yang menghalangi ditegakkannya hukum Islam, sebagai teman:



”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang di luar kalangan kalian sebagai teman kepercayaan kalian (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemadaratan atas kalian. Mereka menyukai apa saja yang menyusahkan kalian. Telah nyata kebencian dari mulut mereka dan apa saja yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepada kalian ayat-ayat (Kami) jika saja kalian memahaminya.” (QS Ali Imran [3]: 118).



Allah juga melarang orang-orang kafir menguasai orang-orang yang beriman termasuk sumber daya alamnya:



”Allah sekali-kali tidak akan pernah memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang yang Mukmin.” (QS an-Nisa’ [4]: 141).


Adam Malik Agen CIA ? Mungkin Saja


Urusan dengan CIA memang selalu menimbulkan kontroversi. Kali ini Adam Malik, mantan wakil presiden Indonesia dituding agen CIA. Adalah buku Tim Weiner yang berjudul Kegagalan CIA: Spionase Amerika Sebuah Negara Adi Daya, yang mengungkap bahwa Adam Malik agen CIA.


Buku yang judul aslinya Legacy of Ashes ini mengutip perkataan Clyde Mc Avoy, pejabat tinggi CIA yang menyatakan telah merekrut Adam Malik sebagai agen dan mengontrolnya. Lewat Adam Malik ini pula konon CIA mengucurkan dana 10 ribu US dollar untuk membiayai aksi pembasmian Gestapu.


Tim Weiner sendiri bukan penulis amatiran. Disampin berpengalaman menjadi wartawan The New York Times, Weiner mengatakan telah melakukan investigasi dalam waktu yang lama. Menurutnya buku ini bersifat on the record, tidak ada sumber tanpa nama, kutipan tanpa identitas pembicara atau gossip. Weiner juga dikenal penulis handal yang pernah mendapat penghargaan.


Keluarga Adam Malik segera mengecam tudingan ini. Pakar sejarah Asvi Warman mengatakan hal itu sebagai fitnah. Tidak jauh berbeda, Jusuf Kalla yakin tidak mungkin Adam Malik seorang agen CIA. Menurutnya profesi Adam Malik sebagai wartawan yang memiliki kenalan yang luas memungkinkan dia untuk kontak dengan siapa saja.


Tentu saja sulit untuk membuktikan Adam Malik benar-benar seorang agen. Namun, bukan berarti hal itu menutup kemungkinan Adam Malik adalah memang benar-benar agen. Sebab tidak bisa dipungkiri Adam Malik adalah pemain politik utama saat itu. Sementara Amerika Serikat jelas punya kepentingan untuk merekrut agen-agennya. Apalagi AS saat itu adalah era perang dingin. Negara adi daya ini yang saling berebut kekuasaan untuk mendominasi dunia dengan Soviet yang berideologi Komunisme. Negara Paman Sam ini juga saat itu berusaha menghentikan pengaruh Inggris sebagai negara penjajah lama diseluruh pelosok dunia.


Mendudukan para agen pada jabatan dan profesi strategis menjadi sangat penting . Seperti jabatan politik kepala negara, menteri, pemimpin militer atau kepolisian. Termasuk profesi wartawan yang pernah digeluti oleh Adam Malik. Keterlibatan pemerintah AS, dengan memanfaatkan wartawan sebagai agen intelijen mereka, sudah terjadi sejak Perang Dingin. Seperti yang ditulis surat kabar New York Times, “Sejak berakhirnya Perang Dunia II, lebih dari 30 atau bahkan 100 wartawan Amerika dari sejumlah organisasi berita dilibatkan sebagai pekerja operasi intelijen yang dibayar sementara menjalankan tugas-tugas reportasenya. Jadi siapapun tidak tertutup kemungkinan menjadi agen, termasuk Adam Malik .


Bahwa terdapat politisi termasuk kepala pemerintahan yang menjadi kaki tangan asing juga bukan barang baru. Berdirinya negara kerajaan Saudi Arabia misalnya tidak lepas dari campur tangan asing. Pada tahun 1902, Abdul Aziz menyerang dan merebut kota Riyadh dengan membunuh walinya (Gubernur Khilafah ar-Rasyid). Pasukan Aziz terus melakukan penaklukan dan membunuh pendukung Khilafah Utsmaniyah dengan bantuan Inggris.


Salah satu sahabat dekat Abdul Aziz Abdurrahman adalah Harry St. John Pilby, yang merupakan agen Inggris. Philby menjuluki Abdul Aziz bin Abdurrahman sebagai “Seorang Arab yang Beruntung”, sementara Abdul Aziz menjulukinya dengan “Bintang Baru dalam Cakrawala Arab”. Philby adalah orang Inggris yang ahli Arab yang telah lama menjalin hubungan baik dengan Keluarga Sa‘ud sejak misi pertamanya ke Nejed pada tahun 1917. Pada tahun 1926, Philby tinggal di Jeddah. Dikabarkan kemudian, Philby masuk Islam dan menjadi anggota dewan penasihat pribadi Raja pada tahun 1930.


Kerjasama Dinasti Sa‘ud dengan Inggris tampak dalam perjanjian umum Inggris-Arab Saudi yang ditandatangani di Jeddah (20 Mei 1927). Perjanjian itu, yang dirundingkan oleh Clayton, mempertegas pengakuan Inggris atas ‘kemerdekaan lengkap dan mutlak’ Ibnu Sa‘ud, hubungan non-agresi dan bersahabat, pengakuan Ibnu Sa‘ud atas kedudukan Inggris di Bahrain dan di keemiran Teluk, serta kerjasama dalam menghentikan perdagangan budak (Lihat: Goerge Lenczowsky, Timur Tengah di Tengah Kencah Dunia, hlm. 351). Dengan perlindungan Inggris ini, Abdul Aziz (yang dikenal dengan Ibnu Sa‘ud) merasa aman dari berbagai rongrongan.


Bisa disebut hampir semua penguasa negeri ketiga tidak bisa dilepaskan dari pengaruh asing dari dulu hingga kini. Sekarang terdapat Musharaf yang jelas-jelas agen AS yang kemudian digulingkan , atau pemerintah boneka Irak dan rezim Karzay di Afghanistan. Termasuk rezim Mahmud Abbas di Palestina, bukan mustahil pula termasuk penguasa Indonesia.


Untuk membuktikan bahwa mereka agen CIA jelas tidak gampang. Disamping hal tersebut tidaklah begitu penting. Yang lebih penting adalah mengetahui siapa yang menjadi kaki tangan asing. Dan hal itu bisa dilihat dari indikasinya. Siapapun termasuk penguasa bisa  dikatakan sebagai kaki tangan asing dengan melihat  dukungan mereka terhadap kebijakan-kebijakan negara penjajah kapitalis. Siapapun yang melakukan itu pantas dicap sebagai kaki tangan negara penjajah dan pengkhianat.


Mereka adalah penguasa yang tega membunuh rakyat sendiri atas nama perang melawan terorisme ala AS seperti yang dilakukan penguasa Pakistan. Mereka yang mengikuti seluruh instruksi IMF dan Bank Dunia meskipun harus memiskinkan rakyatnya sendiri. Membuat undang-undang yang lebih memihak kepada kepentingan negara penjajah atau perusahaan asing. Kalau Adam Malik dituding agen CIA karena menerima bantuan dana 10 ribu dollar . Hal sama harus kita pertanyakan pada penguasa yang menerima dana asing berupa utang luar negeri yang justru dijadikan alat untuk mendikte bangsa sendiri. Dan jumlahnya tentu lebih besar dari 10 ribu dollar.


Termasuk penguasa yang memberikan jalan bagi asing untuk memecah belah Indonesia atas nama demokrasi dan kebebasan pendapat. Terdapat pula LSM komprador yang menerima dana luar negeri untuk memerangi upaya penegakan syariah Islam karena khawatir syariah Islam akan menghentikan penjajahan Tuan Kapitalisme mereka . Kita harus berani mengatakan mereka adalah kaki tangan asing dan pengkhianat. Sikap kita juga harus tegas mengecam dan menolak mereka. Karena mereka adalah pengkhianat ! (Farid Wadjdi)


http://hizbut-tahrir.or.id/2008/11/25/adam-malik-agen-cia-mungkin-saja/



KERJASAMA KPK-FBI


MEMPERDALAM PENJAJAHAN AMERIKA DI INDONESIA


Buletin Al-Islam Edisi 431




Cengkraman Amerika di Indonesia sebenarnya bukan hal baru. Bahkan, bisa dikatakan sejak zaman Presiden RI pertama hingga sekarang, Indonesia belum bisa melepaskan diri dari cengkraman penjajahan AS, baik dalam bidang ekonomi, politik, pendidikan, keamanan maupun yang lain. Ketika isu terorisme belum reda, publik Indonesia dikejutkan dengan kerjasama KPK dan FBI (Federal Bureau of Investigation) dalam proyek yang disebut Pemberantasan Korupsi. Kerjasama itu dilakukan dengan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Ketua KPK, Antasari Azhar dan Deputi Direktur FBI, John Pistole di Gedung KPK di Jakarta, Selasa 18 Nopember lalu.


Kedua lembaga ini sepakat untuk menjalin kerjasama dalam hal pertukaran informasi, pelaksanaan program pemberantasan korupsi, pelatihan dan kursus, pertukaran ahli bidang intelijen dan investigasi, serta bimbingan teknis. Menurut ketua KPK, Antasari Azhar, inti dari kerjasama dengan FBI adalah pengembangan kualitas dan kompetensi sumberdaya manusia KPK. Kerjasama ini juga merupakan proses pembelajaran bagi KPK tentang sistem kerja dan organisasi FBI. Menurutnya, "FBI menjadi model pengembangan bagi KPK".


Sebelum MoU kerjasama KPK dengan FBI ini, Kejaksaan Agung RI juga telah menjalin kerjasama dengan Kejaksaan Agung AS untuk membantu dalam pembentukan satuan tugas tingkat tinggi pemberantasan korupsi di Indonesia. MoU tersebut ditandatangani oleh Jaksa Agung Hendarman Supandji dengan Michael Mukasey, Senin 5 Nopember lalu. Untuk itu AS menyediakan bantuan lebih dari US $ 750.000 dalam rangka membantu Kantor Kejaksaan Agung RI dalam membentuk satgas pemberantasan korupsi (www.thejakartapost.com).



Cengkraman AS Makin Dalam


Negeri ini sebenarnya telah banyak menjalin kerjasama dengan pihak asing. Berbagai kerjasama itu—khususnya dalam bidang politik, hukum dan keamanan—sebenarnya telah banyak memberikan pelajaran kepada kita, bahwa sebagian besar dari perjanjian itu, kalau tidak bisa dikatakan semuanya, lebih menguntungkan pihak asing. Selalu ada imbalan yang pasti menguntungkan pihak asing. Pepatah mengatakan, "Is no free lunch," alias "Tidak ada makan siang yang gratis". Tengok saja perjanjian keamanan dengan Singapura (DCA), berbagai kerjasama militer dengan AS, kerjasama kontra-terorisme dan sebagainya.


Kerjasama dengan FBI sendiri telah beberapa kali dilakukan oleh lembaga pemerintahan di negeri ini. Sebagai contoh kerjasama dengan FBI dalam penanganan kasus terorisme, sebagaimana dalam kasus Bom Bali, JW Mariot dan sebagainya. Namun nyatanya, master mind (pelaku utama) Bom Bali dan berbagai misteri yang menyelimutinya sampai saat tidak terungkap. Contoh lain: kerjasama dengan FBI dalam pengungkapan kasus pembunuhan Munir. Kerjasama ini juga tidak memperlihatkan hasil yang diharapkan.


Sebenarnya FBI tidak sehebat yang dibayangkan banyak pihak. Hanya saja, karena faktor propaganda seolah-olah FBI itu hebat. Padahal di Amerika sendiri, selama puluhan tahun hingga hari ini FBI tidak berhasil mengungkap kasus pembunuhan Presiden AS John F Kennedy. Yang lebih fatal, peledakkan gedung WTC 9/11 juga di luar hendusan FBI hingga penyelidikannya pun dihentikan.


Ada yang mengatakan, bahwa kerjasama KPK dengan FBI adalah murni bantuan teknis dari FBI kepada KPK. Pertanyaannya, lalu apa untungnya bagi FBI dengan kerjasama seperti itu? Pertanyaan ini wajar karena pihak asing, khususnya AS, tentu tidak akan melakukan kerjasama atau memberikan bantuan kecuali mendapatkan keuntungan atau imbalan. Ini wajar saja, sebab dalam logika negara Kapitalis penjajah, prinsip utama dalam bekerjasama adalah manfaat. Keuntunganlah yang menjadi penentu kerjasama tersebut dilakukan. Jika tidak ada untungnya, maka tidak akan mungkin mereka mengadakan kerjasama. Pertanyaannya, lalu apa yang didapatkan FBI?


Kerjasama itu diharapkan banyak membantu dalam pemberantasan korupsi di Indonesia, termasuk mengembalikan aset yang dilarikan oleh koruptor ke luar negeri, khususnya ke AS. Menurut Deputi Direktur FBI, John Pistole, FBI memiliki ratusan agen dan analis di bidang korupsi. Karena itu, jika ternyata ada aset hasil korupsi warga Indonesia yang dibawa ke AS, FBI siap membantu upaya pelacakan sekaligus pembekuan aset tersebut. Jika ada koruptor dari Indonesia yang melarikan diri ke AS, FBI juga siap memberikan bantuan dalam hal pencarian.


Tetapi perlu dicatat, bahwa kemungkinan itu sangat sulit diwujudkan, jika Indonesia dengan AS tidak memiliki kerjasama dalam ekstradisi. Karena pemulangan koruptor yang diketahui berada di AS akan menemui kendala. Karena itu, ini lebih tepat merupakan harapan kosong. Sebab, dengan negara tetangga Singapura saja, meski ada kerjasama ekstradisi RI-Singapura, ternyata pemulangan para koruptor dari negeri itu ke Tanah Air belum pernah bisa diwujudkan.


Yang pasti, justru dengan kerjasama KPK-FBI ini, ditambah dengan kerjasama Kejaksaan RI dengan Kejaksaan AS, maka AS bisa dengan leluasa mengakses data seluruh pejabat dan aparatur negara. Dengan akses tersebut, AS mempunyai kartu As untuk membeli agen-agen mereka dari para pemegang apatur negara yang bekerja demi kepentingan mereka. Dengan data-data tersebut, AS bisa menggunakannya untuk mengangkat dan menyingkirkan siapapun aparat negara yang dikehendakinya. Jika ini terjadi, jangan heran jika para pejabat di negeri ini begitu takut dengan AS, bahkan jauh lebih takut daripada takut kepada Allah SWT. Maka tidak heran, jika pengkhianatan kepada Allah, Islam dan umatnya seringkali terjadi di negeri yang mayoritas Muslim ini. Mulai dari kasus Ahmadiyah, kartun Nabi hingga kasus-kasus pembantaian terhadap umat Islam.


Pendek kata, melalui kedok bantuan teknis, pelatihan SDM, pertukaran data dan informasi serta pelatihan intelijen, jelas AS bisa mencengkram negeri ini lebih dalam. Setidaknya, melalui FBI, AS memiliki kesempatan untuk menanamkan chips-chips di dalam tubuh lembaga penegak hukum negeri ini yang suatu saat bisa diaktifkan sesuai dengan kepentingannya. Selain itu, mencetak SDM yang memiliki cara pandang dan paradigma sebagaimana yang dimiliki AS juga merupakan kesalahan fatal dari pilihan kebijakan.



Haram Bekerjasama dengan Negara Kafir Penjajah


Lalu, bagaimana pandangan Islam dalam kasus seperti ini. Allah SWT telah berfirman dalam al-Qur’an:



]يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لا يَأْلُونَكُمْ خَبَالا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الآيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ [



”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang di luar kalangan kalian sebagai teman kepercayaan kalian (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemadaratan atas kalian. Mereka menyukai apa saja yang menyusahkan kalian. Telah nyata kebencian dari mulut mereka dan apa saja yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepada kalian ayat-ayat (Kami) jika saja kalian memahaminya.” (QS Ali Imran [3]: 118).



Ibn Katsir di dalam kitab tafsirnya, Tafsir Ibn Katsir, menjelaskan bahwa bithânah seseorang adalah orang dekat yang bisa mengetahui urusan dalam orang tersebut. At-Thabari, dalam tafsirnya, Tafsir at-Thabari, menjelaskan bahwa bithânah seseorang adalah orang yang bisa mengetahui rahasia-rahasianya dan mengetahui orang-orang jauh maupun kerabat-kerabat dekatnya. Imam Jalalain juga menjelaskan, bahwa bithânah adalah orang-orang yang dijadikan teman kepercayaan sehingga bisa mengetahui rahasianya.


Ayat ini dengan jelas dan tegas melarang kita untuk menjadikan orang-orang Kafir, apalagi Kafir penjajah sebagai orang dekat dan kepercayaan kita, sehingga bisa mengetahui urusan dalam dan rahasia-rahasia kita. Memberikan akses kepada AS, melalui FBI, untuk mengetahui data dan rahasia negara merupakan fakta yang dijelaskan oleh ayat ini. Sebab, kerjasama dengan FBI itu artinya menjadikan mereka sebagai orang dekat dan kepercayaan di negeri ini, sehingga memungkinkan mereka mengetahui urusan dalam dan rahasia negeri ini. Karena itu, hukumnya jelas haram.


Selain itu, Allah SWT juga berfirman:



]وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلا[



”Allah sekali-kali tidak akan pernah memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang yang Mukmin.” (QS an-Nisa’ [4]: 141).



Ayat ini dengan tegas juga melarang, dengan larangan yang bersifat permanen (nafy at-ta’bid), sebagaimana yang ditunjukkan oleh lafadz: wa lan yaj’ala (sekali-kali tidak akan pernah). Larangan secara permanen memberikan jalan (peluang/kesempatan) kepada orang-orang Kafir untuk menguasai orang-orang Mukmin. Dengan kata lain, ayat ini mengharamkan kita memberikan peluang sekecil apapun yang memungkinkan kaum Kafir untuk menguasai kaum Mukmin dan menancapkan cengkeramannya di negeri-negeri kaum Muslim, termasuk di negeri ini. Dengan menjalin kerjasama dengan FBI, KPK telah membuka jalan (peluang/kesempatan) kepada AS untuk mencengkram negeri ini lebih dalam.


Lebih dari itu, AS adalah negara yang berstatus sebagai negara Kafir harbi, karena telah memaklumkan perang terbuka kepada umat Islam, baik dalam perang melawan terorisme, maupun pendudukannya di Irak, Afganistan dan operasi militernya di Pakistan. Dengan statusnya sebagai negara Kafir harbi, umat Islam di wilayah manapun, termasuk Indonesia, tidak boleh melakukan kerjasama apapun dengan AS.



Wahai Kaum Muslim:


Masalah korupsi itu akan tetap mengakar di dalam kehidupan masyarakat dan aparatur negara, selama Sekularisme dengan asas manfaat tetap menjadi akidah yang diterapkan untuk menjalakan negara dan kehidupan bermasyarakat di negeri ini. Sampai saat ini, AS sendiri tidak mampu menyelesaikan korupsi di negerinya sendiri, karena faktor yang sama. Sekitar 7 dari 10 rakyat AS mengatakan, bahwa pemilihan pejabat negara terlalu menghamburkan uang (47% mengatakan, bahwa mereka mengeluarkan ”uang terlalu besar”). Dengan budaya seperti itu, korupsi juga menjadi bagian dari budaya politik dan birokrasi di AS. Dengan budaya yang bobrok seperti itu, bagaimana mungkin mereka mengajarkan kebaikan kepada kita?


Sesungguhnya penanganan dan pemberantasan korupsi itu akan menjadi perkara yang mudah ketika Islam dan syariatnya digunakan untuk mengatur negeri yang mayoritas Muslim ini. Dengan ketakwaan kepada Allah, seseorang akan merasa takut dan terus-menerus diawasi oleh Allah. Dari sanalah, lahir budaya self control (kontrol dari dalam) dan waskat (pengawasan melekat). Selain itu, lingkungannya yang dipenuhi dengan orang-orang yang bertakwa dan amanah juga tidak memungkinkan berkembangnya budaya korupsi. Disamping penegakan hukum yang tidak tebang pilih atau pandang bulu oleh negara akan membuat siapapun tidak berani melakukan tindakan tercela itu.


Inilah tiga pilar tegaknya hukum Islam: (1) Ketakwaan pribadi, yang melahirkan self control; (2) Pengawasan masyarakat atas dasar ketakwaan, yang membentuk lingkungan kerja dan kinerja yang sehat dan amanah; (3) Penegakan hukum yang tidak tebang pilih dan pandang bulu, yang bisa menegakkan keadilan seadil-adilnya. Inilah tiga pilar yang menjadikan sistem Islam bisa bertahan berabad-abad, yang paling bersih dalam sejarah peradaban manusia manapun sepanjang sejarah.


Jika kita sudah muak dengan korupsi yang telah berurat-berakar di negeri ini, dan jika kita sudah rindu dengan kehidupan yang bebas korupsi, maka inilah saatnya kita menyingsingkan lengan baju dan bahu membahu menerapkan syariah Islam, tentu saja dalam naungan Khilafah Rasyidah. Wallâhu a'lam. []



Komentar al-islam:


Tidak Menutup Peluang di Kabinet SBY Ada yang Jadi Agen CIA (Detik.com, 25/11/2008).


Keagenan mereka bisa dibuktikan oleh ketundukan mereka pada AS dan agenda liberalisasinya.


http://hizbut-tahrir.or.id/2008/11/25/kerjasama-kpk-fbi-memperdalam-penjajahan-amerika-di-indonesia/




ANTARA :: Pemerintah Harus Hati-hati Atas Tawaran Bantuan Militer AS


Pemerintah Harus Hati-hati Atas Tawaran Bantuan Militer AS.
www.antara.co.id/arc/2008/2/28/pemerintah-harus-hati-hati-atas-tawaran-bantuan-militer-as



Bantuan Militer AS: Untuk Apa? - Kamis, 15 Agustus 2002


Kami khawatir, bantuan militer itu pada akhirnya akan dipergunakan untuk menghadapi gerakan separatis dan masyarakat sipil di Papua, Aceh, maupun Maluku. ...
64.203.71.11/kompas-cetak/0208/15/nasional/bant08.htm



AS Tetap Berikan Proyek Bantuan untuk Polri - Jumat, 01 Oktober 2004


"Dubes menyatakan akan melanjutkan proyek bantuan dalam membangun kapasitas untuk kemajuan Polri. Bantuan diberikan, terutama dalam peningkatan kemampuan ...
www2.kompas.com/kompas-cetak/0410/01/metro/1300623.htm



Tempointeraktif.Com - AS Menambah Bantuan Untuk Polri


Bantuan untuk membiayai sejumlah program kepolisian itu diserahkan Dubes AS Ralph L. Boyce Kepada Kapolri Jendral Da’i Bachtiar di Mabes Polri, Rabu (26/2). ...
www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2003/02/26/brk,20030226-26,id.html



2 komentar:

  1. K-lo emg y...? Kita bharap ada pelurusan sejarah mengenai ini. Karena banyak yg harus kita pelajari dari sejarah bangsa ini. Agar semua orang bs berkaca darinya.

    BalasHapus
  2. Yach mau gimana lagi....Khan mulai dari jaman dulu ampe sekarang, tabiat manusia gak berubah banyak. Motivasinya dalam berbuat adalah 3 TA yang terkenal itu: Harta, Tahta, Wanita.

    Kayaknya memang sudah sedemikian parah moral bangsa kita dalam hal KKN. Alhamdulillah saja Allah SWT masih ridlo sehingga kita masih utuh sebagai sebuah bangsa (mungkin karena masih ada yang mensyiarkan agama ini ditengah kebobrokan akhlak). Namun kalo Allah SWT sudah murka kepada kita, tinggal tunggu waktu aja kita bernasib sama seperti penduduk Iraq dan Palestina yang selalu berada dalam kancah peperangan.

    Waspadalah saudaraku (mukmin). Jangan kita menambah murka Allah SWT dan menjadikan alasan-Nya untuk menghukum kita. Janganlah kita mengikuti hawa nafsu seperti orang-orang munafik di luar sana.......

    BalasHapus