Ada sebagian Salafi Wahabi yang rajin menyebar kesesatan Syi'ah. Semua Syi'ah sesat. Syi'ah bukan Islam kata mereka. Alasannya: "Demi Menjaga Aqidah".
Itu keliru. Jika menjaga aqidah, ajarkan saja aqidah dan fiqih yang benar menurut mazhab Syafi'ie. Jika anak2 kita selalu diajari tentang kesesatan Syi'ah, aqidah Syi'ah, dsb apalagi tiap hari, maka akan ada 3 kemungkinan. Pertama netral: anak tsb tetap menganut paham Sunni. Kedua: amat benci Syi'ah dan mengkafirkannya serta berusaha membunuh Syi'ah. Ketiga: dia tabayyun ke Syi'ah dan bukan tidak mungkin jika yg diajarkan tidak sesuai dgn keterangan kaum Syi'ah tsb, anaknya jadi Syi'ah. Ini persis kasus 9/11 di mana Islam dijelek2an di Barat, tapi justru karena dijelek2an, banyak orang2 Barat jadi ingin tahu Islam tsb sebenarnya dan masuk Islam.
Dan mengkafirkan Syi'ah, jika ternyata mereka tidak kafir, justru merusak aqidah kita. Justru kitalah yg jadi kafir jika tuduhan kita tidak benar.
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepadamu (atau mengucapkan Tahlil): “Kamu bukan seorang mukmin” (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu [dulu juga kafir], lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. ” [An Nisaa’ 94]
“Barangsiapa yang berkata kepada saudaranya “hai kafir”, maka ucapan itu akan mengenai salah seorang dari keduanya.” [HR Bukhari]
Baca selengkapnya di: http://media-islam.or.id/2011/10/26/jangan-mudah-mengkafirkan-sesama-muslim/
Saat pemberontakan Mu'awiyah thd Khalifah Ali, Islam terbagi jadi 3: Sunni, Syi'ah, dan Khawarij. Aqidah dan amalan Ibadah mereka masih sama. Jadi Sunni dan Syi'ah saat itu boleh dikata serupa. Tidak ada yang sesat. Sama2 bagian dari Islam. Hanya karena perpecahan politiklah mereka terbagi 2: Kubu Mu'awiyah dan yg netral disebut Sunni, Kubu Ali disebut Syi'ah.
Nanti kubu Ali ini terpecah lagi. Ada Khawarij yang memisahkan diri dari Khalifah Ali dan menganggap semua Muslim itu kafir dan membunuhnya. Nah Khawarij ini meski aqidah dan amal ibadahnya sama, tapi karena mengkafirkan dan membunuh sesama Muslim, mereka disebut Khawarij. Orang2 yang keluar dari Islam.
Jadi kalau ada Muslim yang mengkafirkan sesama Muslim, mereka ini pada dasarnya Khawarij. Meski mereka taqiyyah sebagai Ahlus Sunnah / Sunni.
Jika terjadi saling membunuh antara dua orang muslim maka yang membunuh dan yang terbunuh keduanya masuk neraka. Para sahabat bertanya, “Itu untuk si pembunuh, lalu bagaimana tentang yang terbunuh?” Nabi Saw menjawab, “Yang terbunuh juga berusaha membunuh kawannya.” (HR. Bukhari)
Hadis riwayat Abdullah bin Umar ra., ia berkata:Nabi saw. bersabda: Barang siapa menghunus pedang kepada kami, maka ia bukanlah dari golongan kami. (Shahih Muslim No.143)
Terhadap orang yang jelas-jelas munafik seperti Abdullah bin Ubay pun Nabi tidak mau membunuhnya. Apa kata orang jika aku membunuh sesama Muslim? Begitu sabda Nabi.
Jadi jika Muslim saling bunuh, jelas dia tidak mengikuti sunnah Nabi.
Hadis riwayat Jarir ra., ia berkata:Ketika haji wada, Nabi saw. bersabda kepadaku: Suruhlah orang-orang diam. Setelah orang-orang diam, beliau bersabda: Janganlah sesudah kutinggalkan, kalian kembali menjadi orang-orang kafir, di mana sebagian membunuh sebagian yang lain. (Shahih Muslim No.98)
Baca selengkapnya di: http://media-islam.or.id/2012/02/07/larangan-mencaci-dan-membunuh-sesama-muslim/
Mengenai Syi'ah, Dr Habib Rizieq Shihab membagi Syi'ah ke dalam 3 golongan: Syi'ah Ghulat yang menTuhankan Ali (Kafir), Syi'ah Rafidhoh yang menghina istri dan sahabat Nabi (Sesat), dan Syi'ah Mu'tadil yang tidak menTuhankan Ali dan tidak menghina istri dan sahabat Nabi (Lurus).
Pandangan FPI terhadap SYI’AH sebagai berikut : FPI membagi Syi’ah dengan semua sektenya menjadi TIGA GOLONGAN ; Pertama, SYI’AH GHULAT yaitu Syi’ah yang menuhankan/menabikan Ali ibn Abi Thalib RA atau meyakini Al-Qur’an sudah di-TAHRIF (dirubah/ditambah/dikurangi), dan sebagainya dari berbagai keyakinan yang sudah menyimpang dari USHULUDDIN yang disepakati semua MADZHAB ISLAM. Syi’ah golongan ini adalah KAFIR dan wajib diperangi.
Kedua, SYI’AH RAFIDHOH yaitu Syi’ah yang tidak berkeyakinan seperti Ghulat, tapi melakukan penghinaan/penistaan/pelecehan secara terbuka baik lisan atau pun tulisan terhadap para Sahabat Nabi SAW seperti Abu Bakar RA dan Umar RA atau terhadap para isteri Nabi SAW seperti ‘Aisyah RA dan Hafshah RA. Syi’ah golongan ini SESAT, wajib dilawan dan diluruskan.
Ketiga, SYI’AH MU’TADILAH yaitu Syi’ah yang tidak berkeyakinan Ghulat dan tidak bersikap Rafidhah, mereka hanya mengutamakan Ali RA di atas sahabat yang lain, dan lebih mengedapankan riwayat Ahlul Bait daripada riwayat yang lain, secara ZHOHIR mereka tetap menghormati para sahabat Nabi SAW, sedang BATHIN nya hanya Allah SWT Yang Maha Tahu, hanya saja mereka tidak segan-segan mengajukan kritik terhadap sejumlah sahabat secara ilmiah dan elegan. Syi’ah golongan inilah yang disebut oleh Prof. DR. Muhammad Sa’id Al-Buthi, Prof. DR. Yusuf Qardhawi, Prof. DR. Wahbah Az-Zuhaili, Mufti Mesir Syeikh Ali Jum’ah dan lainnya, sebagai salah satu Madzhab Islam yang diakui dan mesti dihormati. Syi’ah golongan ketiga ini mesti dihadapi dengan DA’WAH dan DIALOG bukan dimusuhi.
Berikut Rekomendasi MUI (bukan Fatwa) tentang Syi’ah. Ini adalah Rekomendasi. Bukan Fatwa. Meski MUI minta Aswaja waspada terhadap menyebarnya Syi'ah, namun tidak menulisnya sebagai "Sesat dan Menyesatkan" sebagaimana Fatwa Sesat MUI thd Ahmadiyyah dan Sepilis. Apalagi sampai mengkafirkan:
Faham Syiah
بسم اللّه الرحمن الرحيم
Majelis Ulama Indonesia dalam Rapat Kerja Nasional bulan Jumadil Akhir 1404 H./Maret 1984 M merekomendasikan tentang faham Syi’ ah sebagai berikut:
Faham Syi’ah sebagai salah satu faham yang terdapat dalam dunia Islam mempunyai perbedaan-perbedaan pokok dengan mazhab Sunni (Ahlus Sunnah Wal Jamm’ah) yang dianut oleh Umat Islam Indonesia.
Perbedaan itu di antaranya :
1. Syi’ah menolak hadis yang tidak diriwayatkan oleh Ahlu Bait, sedangkan Ahlu Sunnah wal Jama’ah tidak membeda-bedakan asalkan hadits itu memenuhi syarat ilmu mustalah hadis.
2. Syi’ah memandang “Imam” itu ma ‘sum (orang suci), sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah memandangnya sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kekhilafan (kesalahan).
3. Syi’ah tidak mengakui Ijma’ tanpa adanya “Imam”, sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ ah mengakui Ijma’ tanpa mensyaratkan ikut sertanya “Imam”.
4. Syi’ah memandang bahwa menegakkan kepemimpinan/pemerintahan (imamah) adalah termasuk rukun agama, sedangkan Sunni (Ahlus Sunnah wal Jama’ah) memandang dari segi kemaslahatan umum dengan tujuan keimamahan adalah untuk menjamin dan melindungi da’wah dan kepentingan umat.
5. Syi’ah pada umumnya tidak mengakui kekhalifahan Abu Bakar as-Siddiq, Umar Ibnul Khatab, dan Usman bin Affan, sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengakui keempat Khulafa’ Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali bin Abi Thalib).
Mengingat perbedaan-perbedaan pokok antara Syi’ah dan Ahlus Sunnah wal Jama’ah seperti tersebut di atas, terutama mengenai perbedaan tentang “Imamah” (pemerintahan)”, Majelis Ulama Indonesia menghimbau kepada umat Islam Indonesia yang berfaham ahlus Sunnah wal Jama’ah agar meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan masuknya faham yang didasarkan atas ajaran Syi’ah
Ditetapkan : Jakarta, 7 Maret 1984 M
4 Jumadil Akhir 1404 H
KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua
ttd
Prof. K.H. Ibrahim Hosen, LML
Sekretaris
ttd
H. Musytari Yusuf, LA
Sumber: http://mui.or.id/index.php?option=com_docman&task=search_result&Itemid=73
Fatwa MUI/Bidang Aqidah dan Aliran Keagamaan
http://faisalchoir.blogspot.com/2011/12/fatwa-mui-tentang-syiah.htm
Meski masyarakat banyak yang mengira tulisan di atas Fatwa, namun bukan. Itu rekomendasi.
Pada Risalah Amman di www.ammanmessage.com, lebih dari 500 ulama dari 84 negara menyatakan Sunni dan Syi'ah adalah bagian dari Islam yang lurus dan dilarang mengkafirkan. Di antara yang tanda tangan adalah Raja Abdullah dari Saudi Arabia dan beberapa Ulama Saudi, Syeikh Al Azhar seperti Syeikh Tantawi, Ali Jum'ah, dan Ahmad Thayyib, Syeikh Al Buthi, Yusuf Qaradhawi, KH Hasyim Muzadi, Din Syamsuddin, Tutty Alawiyah, PM Malaysia Abdullah Badawi, dsb.
Umar Syihab (Ketua MUI)
Menurut Umar Syihab, ia tak sependapat dengan MUI Jawa Timur yang menyebut aliran Syiah sesat. Umar menegaskan bahwa MUI tidak pernah mengeluarkan fatwa bahwa ajaran Syiah sebagai aliran sesat.
Mengenai insiden pembakaran pesantren Syiah di Sampang, Madura beberapa waktu lalu, Umar berpendapat insiden hanyalah ditumpangi pihak-pihak yang ingin mengadu domba umat Islam dengan kedok ajaran Syiah yang dituding sesat.
Kata Umar, MUI tidak pernah menyatakan, bahwa Syiah itu sesat. Syiah dianggap salah satu mazhab yang benar, sama halnya dengan ahli sunnah wal jama’ah. Kendati pun ada perbedaan pandangan, kata dia, Islam tidak pernah menghalalkan kekerasan, apalagi perusakan tempat ibadah dan majelis taklim seperti terjadi di Sampang.
Ajaran Syiah, kata Umar, sudah diakui di dunia islam sebagai mazhab yang benar sampai saat ini. “Karena itu jangan kita membuat peryataan yang bisa mengeluapkan gejolak di tengah-tengah masyarakat kita dan bisa menyebabkan korban.”
Said Aqil Siraj (Ketua NU)
Menurut Ketua Umum PBNU Said Aqil Siraj, ada desain besar di balik aksi pembakaran pesantren penganut Syiah di Sampang, Madura. Tak mungkin peristiwa tersebut terjadi tanpa ada yang membuatnya. Padahal kerukunan hidup beragama di sana sebelumnya baik-baik saja.
Said meminta pemerintah dan aparat keamanan bekerja lebih keras, mencegah aksi serupa terulang di kemudian hari. “Ini pasti ada big design-nya. Ada pihak-pihak yang ingin merusak suasana damai di Indonesia,” kata Said.
Menurut Said Aqil, Sunni dan Syiah hanya dijadikan alat seolah-olah memang ada permusuhan. Padahal tidak, mereka dari dulu sampai sekarang hidup damai berdampingan. Ketua Umum PBNU itu meminta semua pihak bisa menahan diri dengan tidak melakukan tindakan-tindakan anarkis. “Pihak ketiga itu selalu melancarkan provokasi supaya konflik terus terjadi. Dan bukan tidak mungkin kasus serupa akan terjadi di kemudian hari,” katanya.
Prof Dr Said Agil Siraj mengungkapkan, di sejumlah negara Islam maupun Timur Tengah yang hidup faham Suni dan Syiah, dapat hidup rukun dan berdampingan. ”Bahkan Mufti Syria Badruddin Hassun yang berasal dari Suni, fatwa-fatwanya sangat didengar oleh kelompok Syiah,” jelas Kiai Siraj seraya menambahkan kondisi serupa terjadi di Saudi Arabia, Pakistan, maupun Libanon.
Bahkan di Libanon Selatan, lanjut Said, Hizbullah dari kelompok Syiah didukung juga oleh kelompok Suni. Dikatakan Said, sepanjang sejarah, perbedaan yang terjadi antara Suni dan Syiah sebenarnya, terkait soal kekuasaan atau lazim disebut imamah. Karena itu, kelompok Syiah memasukkan masalah imamah ke dalam rukun agama dan sejak dini anak-anak mereka diajarkan pengetahuan tentang imamah. “Dalam perkembangan Islam, kedua kelompok Suni dan Syiah sama-sama memberikan andil dan peran yang sangat besar dalam peradaban Islam,” tegas kyai Siraj.
Said menyebut sejumlah tokoh Syiah yang memberikan andil besar bagi kemajuan Islam. Sebut saja misalnya Ibnu Sina, seorang filsuf yang juga dikenal sebagai seorang dokter, Jabir bin Hayyan yang dikenal sebagai penemu ilmu hitung atau aljabbar, dan seorang sufi Abu Yazid al Busthami. Mereka yang beraliran Syiah ini telah menyumbangkan ilmunya bagi kemajuan Islam. “Jadi, kedua kelompok ini adalah aset yang sangat berharga bagi umat Islam.”
Syafii Maarif (Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah)
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif mengutuk keras aksi pembakaran terhadap pondok pesantren Syiah di Kecamatan Karang Penang, Sampang. Terlebih jika aksi pembakaran tersebut dilatarbelakangi oleh perbedaan pandangan keagamaan.
Menurutnya, kebenaran bukanlah milik individu apalagi kelompok. Syafii mengatakan, Syiah telah diakui sebagai mazhab kelima dalam Islam. Dia pun menyatakan bahwa setiap orang, sekalipun atheis berhak hidup. Terpenting, katanya, bisa hidup rukun dan toleran.
Din Syamsudin (Ketua Muhammadiyah)
Pada Konferensi Persatuan Islam Sedunia yang berlangsung 4-6 Mei 2008 di Teheran, Iran, Din Syamsuddin pernah mengatakan, bahwa Sunni dan Syi’ah ada perbedaan, tapi hanya pada wilayah cabang (furu’yat), tidak pada wilayah dasar agama (akidah). Menurut Din, Sunni dan Syi’ah berpegang pada akidah Islamiyah yang sama, walau ada perbedaan derajat penghormatan terhadap sahabat sekaligus menantu Nabi Muhammad, yakni Ali bin Abi Thalib.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini juga mengatakan, sewajarnya jika dua kekuatan besar Islam ini (Sunni dan Syi’ah) bersatu melawan dua musuh utama umat saat ini yaitu kemiskinan dan keterbelakangan. (Detikcom 5 Mei 2008)
Dikatakan Din, seandainya tidak dicapai titik temu, maka perlu dikembangkan tasamuh atau toleransi. Seluruh elemen umat Islam dalam kemajemukannya perlu menemukan “kalimat sama” (kalimatun sawa) dalam merealisasikan misi kekhalifahan di muka bumi.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin menegaskan bahwa persatuan umat Islam khususnya antara kaum Sunni dan kaum Syiah, adalah mutlak perlu sebagai prasyarat kejayaan Islam. Kejayaan umat Islam pada abad-abad pertengahan juga didukung persatuan dan peran serta kedua kelompok umat Islam tersebut. (Desastian/dbs)
http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2012/01/04/17291/inilah-tokoh-para-pembela-paham-sesat-syiah/
Baca selengkapnya di: http://media-islam.or.id/2012/01/11/rekomendasi-mui-tentang-syiah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar