Rekayasa
Sejarah hubungan intelijen Indonesia dengan kelompok-kelompok rekaan dalam Islam bukan sesuatu yang baru. Dan bukan hal baru kalangan intelijen menanam agennya ke organisasi Islam dengan tujuan melumpuhkannya. Pernyataan ini pernah disampaikan Profesor Emiritus dari Universitas Washington, AS, Prof. Dr. Daniel S Lev.
“Sejak masa Orde Baru, kelompok Islam selalu dipermainkan,” kata Daniel Lev. “Dari sudut pandang intelijen seperti BIN –dulu Bakin– orang-orang radikal Islam berguna sekali karena gampang digerakkan dan dipakai,” ujarnya dikutip TEMPO suatu ketika.
Dalam buku “Pangkopkamtib Jenderal Soemitro Dan Peristiwa 15 Januari 1974”, oleh Heru Cahyono, (Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1998), secara rinci menjelaskan bagaimana peran-peran intelijen memainkan peran terhadap kaum Muslim.
Permainan intelijen terhadap kalangan Islam cukup terkemuka, ketika Opsus (Operasi Khusus) melalui Ali Moertopo melakukan rekayasa terhadap Parmusi (Partai Muslimin Indonesia), wadah aspirasi politik golongan Islam modernis yang berbasis masa bekas partai Masjumi. Sementara terhadap Islam tradisional dilakukan penggalangan melalui organisasi massa GUPPI (Gabungan Usaha Pembaharuan Pendidikan Islam), yang mana selanjutnya secara efektif menggarap massa Islam tradisional untuk ditarik masuk Golkar.
Terhadap Islam, pemerintah Orde Baru dan Angkatan Darat khususnya, sejak awal menyadari mengenai kemungkinan naiknya pamor politik kekuatan Islam. Jatuhnya kekuatan ekstrim kiri PKI –yang kemudian secara formal diperkuat dengan keputusan pembubaran PKI—secara politis mengakibatkan naiknya pamor politik Islam sehingga terjadilah ketidakseimbangan (imbalance). Sayap Islam yang sedang mendapat angin, kemudian cenderung hendak memperkuat posisinya. Padahal disadari oleh Angtakan Darat ketika itu bahwa di dalam sayap Islam dinilai ada bibit-bibit “ekstrimisme” yang potensial.
Intelijen ketika itu berusaha ‘menghancurkan’ PKI, menekan sayap Soekarno, dan ‘mencegah’ naiknya pamor Islam. Tugas Opsus kala itu adalah menyelesaikan segala sesuatu dengan cara mendobrak dan “merekayasa”.
Dalam buku “Konspirasi Intelijen dan Gerakan Islam Radikal”, (penyunting Umar Abduh 2003), kebijakan intelijen yang berpijak pada prinsip “kooptasi, konspirasi dan kolaborasi (galang, rektrut, bina, tugaskan, dan binasakan)” telah mampu ‘menjebak’ anggota NII. Intelijen juga berhasil melakukan ‘pembusukan’ Islam tahun 1977 dengan merekrut Danu Moh. Hasan dan Ateng Djaelani sebagai agen, yang akhirnya memunculkan kasus Komando Jihad (Komji). Danu yang semula divonis 10 tahun, dinyatakan bebas tahun 1979. Namun dikabarkan tewas diracun arsenikum. Intel juga dianggap menyusupkan Hasan Baw ke gerakan Warman tahun 1978-1979.
“Komando Jihad adalah hasil penggalangan Ali Moertopo melalui jaringan Hispran di Jatim. Tapi begitu keluar, langsung ditumpas oleh tentara, sehingga menjelang akhir 1970-an ditangkaplah sejumlah mantan DI/TII binaan Ali Moertopo seperti Hispran, Adah Djaelani Tirtapradja, Danu Mohammad Hasan, serta dua putra Kartosoewiryo, Dodo Muhammad Darda dan Tahmid Rahmat Basuki.
Kelak ketika pengadilan para mantan tokoh DI/TII itu digelar pada tahun 1980, terungkap beberapa keanehan. Pengadilan itu sendiri dicurigai sebagai upaya untuk memojokkan umat Islam. Dalam kasus persidangan Danu Mohammad Hassan [tds] umpamanya, dalam persidangan ia mengaku sebagai orang Bakin. “Saya bukan pedagang atau petani, saya pembantu Bakin.” [Pangkopkamtib Jenderal Soemitro Dan Peristiwa 15 Januari 1974, Tahun 1998].
Tahun 1981 Bakin (Sekarang BIN) sukses menyusupkan salah satu anggota kehormatan intelnya (berbasis Yon Armed) bernama Najammudien ke dalam gerakan Jama’ah Imran yang dikenal kasus pembacajakan pesawat Woyla.
“Pancingan” intel juga dianggap melahirkan kasus pembunuhan massal umat Islam yang dikenal “Peristiwa Tanjung Priok”, 12 September 1984. Tahun 1986, intel kembali dinilai melakukan rekayasa dengan memasukkan agennya bernama Syhahroni dan Syafki, mantan preman Blok M, dalam gerakan Usrah NII pimpinan Ibnu Thayyib. Alhasil, gerakan-gerakan “rekayasa” yang dimunculkan itulah yang akhirnya melahirkan stigma kekerasan dan gerakan ekstrim di kalangan Islam.
.
Penyusupan
Intel di zaman Nabi juga mirip intel-intel zaman sekarang. Al kisah, setelah Kabilah Hauzan mendengar bahwa Mekah sudah dikuasai oleh kaum Muslimin, Malik bin Auf An Nashri, salah satu pemuka kabilah mengumpulkan para pemuka lainnya. Mereka sepakat melakukan penyerangan terhadap Rasulullah SAW dan kaum Muslimin. Seperti biasanya, sebelum berangkat mereka mengirim beberapa mata-mata. Akan tetapi, mata-mata itu gagal dan tercerai berai, karena berhadapan dengan seorang penunggang kuda yang tidak mereka kenal.
Sebaliknya, Rasulullah SAW telah mengirim Abdullah bin Abi Hadrad Al Aslami, untuk menyusup, dan bermukim di Hauzan. Selama tinggal di sana, beliau berhasil mendapatkan informasi yang berasal dari pembesar Hauzan, Malik bin Aufah An Nashri. Informasi itu menyangkut semua hal yang terjadi di sana, termasuk kesepakatan mereka untuk melakukan serangan kepada Rasulullah SAW.
Akhirnya, Rasulullah SAW memutuskan membawa 12 ribu pasukan menuju Hauzan. Sesampai di lembah Hunain, ternyata pasukan Musyrikin sudah menunggu terlebih dahulu, hingga berkecamuklah Perang Hunain pada tahun ke-8 setelah hijrah, pasca Fathu Mekah. Yang membedakan, intelijen di zaman Nabi tak pernah merekayasa untuk menjatuhkan reputasi seseorang –apalagi terhadap kelompok kaum Muslim— dibanding intelijen masa kini. Mungkin, itu adalah cerminan intel berakhlak dan tidak berakhlak.
عَالِمُ الْغَيْبِ فَلاَ يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا إِلاَّ مَنِ ارْتَضَى مِنْ رَسُوْلٍ
وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيْعًا يَامَعْشَرَ الْجِنِّ قَدِ اسْتَكْثَرْتُمْ مِنَ اْلإِنْسِ وَقَالَ أَوْلِيَاؤُهُمْ مِنَ اْلإِنْسِ رَبَّنَا اسْتَمْتَعَ بَعْضُنَا بِبَعْضٍ وَبَلَغْنَا أَجَلَنَا الَّذِي أَجَّلْتَ لَنَا قَالَ النَّارُ مَثْوَاكُمْ خَالِدِيْنَ فِيْهَا إِلاَّ مَا شَاءَ اللهُ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيْمٌ عَلِيْمٌ
“Dan (ingatlah) akan suatu hari ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala mengumpulkan mereka semua, (dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman): ‘Hai golongan jin (setan), sesungguhnya kalian telah banyak menyesatkan manusia’, lalu berkatalah kawan-kawan mereka dari kalangan manusia: ‘Ya Rabb kami, sesungguhnya sebagian dari kami telah mendapat kesenangan dari sebagian (yang lain) dan kami telah sampai pada waktu yang telah Engkau tentukan’. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: ‘Neraka itulah tempat tinggal kalian, dan kalian kekal abadi di dalamnya, kecuali bila Allah Subhanahu wa Ta’ala menghendaki (yang lain).’ Sesungguhnya Rabbmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (Al-An’am: 128)
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَ يَعْلَمُهَا إِلاَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلاَّ يَعْلَمُهَا وَلاَ حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ اْلأَرْضِ وَلاَ رَطْبٍ وَلاَ يَابِسٍ إِلاَّ فِيْ كِتَابٍ مُبِيْنٍ
“Dan hanya di sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib. Tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan dia mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula). Dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidaklah ada sesuatu yang basah atau pun yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (Al-An’am: 59)
وَلاَ أَقُوْلُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللهِ وَلاَ أَعْلَمُ الْغَيْب
Demikian pula Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam diperintahkan Allah untuk mengatakan:
قُلْ لاَ أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلاَ ضَرًّا إِلاَّ مَا شَاءَ اللهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاَسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوْءُ إِنْ أَنَا إِلاَّ نَذِيْرٌ وَبَشِيْرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُوْنَ
“Katakanlah: ‘Aku tidak mampu menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku berbuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.” (Al-A’raf: 188)
Jum’at,13 Rajab 1434 H
Wassalam
Hamba Allah.
Loen Ureung Arab
facebook.com/khaidir.kutaradja
khaidirkutaradja@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar