Iklan 2

Minggu, 20 Juni 2010

JIKA LAPAR, SAYA MENANGIS

Naikkan terus tarif listrik sehingga harga2 barang jadi naik dan rakyat jadi semakin melarat. Beginilah jika pemerintah di bawah kendali IMF dan World Bank yang dibentuk dan dipimpin Yahudi (saat ini dipimpin Dominique Strauss-Kahn dan Robert P Zoellick) yang rentenir dan pemeras....


Pemerintah berdalih bahwa subsidi untuk rakyat kecil. Nyatanya saat ini tidak ada pemimpin seperti Khalifah Umar ra yang rela berkeliling kampung untuk mencari rakyatnya yang kelaparan dan mengangkut sendiri karung makanan untuk rakyat yang lapar.


Seorang tua menangis jika lapar. Dan tetangganya yang rata2 miskin berusaha membantu sekuat tenaga.


http://syiarislam.wordpress.com/2010/02/10/yahudi-kuasai-ekonomi-indonesia


http://kabarislam.wordpress.com/2010/05/11/empat-langkah-strategi-world-bank-untuk-memperbudak-negara-berkembang


http://beritajatim.com/detailnews.php/8/Peristiwa/2010-06-19/66864


Lansia Miskin, Hidup di Rumah Reot
'Jika Lapar, Saya Menangis'

Sabtu, 19 Juni 2010 13:59:22 WIB
Reporter : Harisandi Savari



Pamekasan (beritajatim.com) – Sabtu siang, (19/6/2010), terik matahari menyengat di Kampung Lebak Barat, Desa Tlonto Raja, Kecamatan Pasean, Pamekasan. Panas dan gersang biasa terjadi di kampung itu setiap kali masa puncak kemarau datang.


Puluhan warga kampung itu berkumpul di sekitar rumah Nyi Siti Rahmah (85) yang reot. Dinding rumah itu terbuat dari anyaman bambu dan seng, lantainya tanah, tampak kumuh, tak terawat, dan tidak layak huni.


Ya, rumah gedek mulai reot berukuran 2x2 meter itu, dihuni oleh nenek tua yang setiap harinya menangis tanpa harus berdenting keras. Jika rasa lapar sudah datang, Siti Rahmah hanya mengeluarkan air mata. Air mata itu tak berharga menurutnya.


Ia sudah bosan, dengan kondisi karena tidak ada satupun orang yang datang untuk peduli pada kehidupannya. Puluhan tahun, nenek yang tidak punya anak dan keluarga ini hanya menghabiskan waktu bersama dingin malam dan tumpukan sampah yang berceceran di lantai rumahnya.


Tak salah jika wajah Siti Rahmah terlihat suram. Bicaranya pelan saat menerima tamu yang tiba-tiba berkunjung. Dia kebanyakan menunduk menatapi tanah liat keras menghitam yang menjadi lantai rumahnya. Beberapa kali dia menggosok-gosok plastic yang dia duduki. Sesekali, Siti memerbaiki sarung yang dipakainya dan dengan kaku menatap tamunya


"Jika lapar, saya hanya menangis, Jika ada orang yang memberi uang, saya belikan nasi. Hanya nasi. Hanya Nasi. Hanya Nasi," kata Siti Rahmah, sembari mengeluarkan air mata.


Banyak orang yang bilang Jakarta itu kota metropolitan yang kejam. Sampai sekarang pun pemikiran seperti itu tetap sama, ketika pagi-pagi dikejar waktu, puluhan bahkan ratusan orang harus kejar-kejaran dengan bus kota, hingga mengikhlaskan kaki berdiri untuk sampai pada tujuan.


Dibalik itu semua, mereka hanya tinggal di rumah kumuh dengan tumpukan sampah di sekitarnya. Kondisi itu juga terjadi di Pamekasan. Tidak sedikit, mulai dari anak-anak kecil hingga nenek tua hidup dengan rumah reot dan kumuh.


Kalau mau jujur melihat akar permasalahan, kehidupan Siti Rahmah tak lepas dari kemiskinan yang masih membelenggu sebagian besar rakyat. Bayaknya rakyat yang antri pada setiap pembagian zakat atau sembako yang dilakukan segelintir orang kaya, menandakan bahwa masih banyak kaum miskin ada di sekitar kita. Kalau tingkat kesejahteraan hidup mereka sudah baik, tidak mungkin mereka "mbelani" untuk mendapatkan uang yang hanya Rp 20 ribu. Ini merupakan potret nyata kemiskinan masih banyak ditemui di negeri ini.


Yanto, warga setempat mengaku kehidupan Siti Rahmah di perkampungan warga sangat memprihatinkan. Dia berharap, Siti Rahmah bisa diterima, meski tanah yang ditempatinya saat ini bukan miliknya sendiri. "Tidak sedikit, orang yang lewat memberikan uangnya. Tidak sedikit, orang yang melihat Siti Rahmah menangis. Nenek tua yang sudah tidak bisa berbuat apa-apa. Bahkan sering menangis jika lapar menerpa," pungkasnya. [san/kun]


Tarif listrik dinaikkan karena pengadaan Proyek Listrik baru tidak pakai uang rakyat. Tapi uang dari AS. AS ingin tarif listrik naik agar dapat untung sebesar-besarnya dari rakyat Indonesia.


http://infoindonesia.wordpress.com/2010/06/18/as-dan-adb-proyek-listrik-indonesia-tdl-naik

12 komentar:

  1. TDL naik?? BBM naik?? ga cukup dana u subsidi?? iya sih....negara ini udah miskin mana mampu menyediakan dana u subsidi, karena subsidi itu mahall (yg murah mah toyota crown u DPR). oleh karena itu subsidi harus segera dicabut, agar rakyat indonesia bisa menjadi rakyat yang mandiri (tidak seperti pejabatnya yg apa2 maunya dibiayain, rumah dinas, mobil, listrik, telepo, jalan2,dll)

    BalasHapus
  2. pemimpin kita sekarnag punya prinsip JIKA RAKYAT INGIN MAKMUR MAKA PEMIMPINNYA DULU HARUS MAKMUR BARU RAKYATNYA

    Semoga para Pemimpin yang Zhalim bisa lenyap di Negeri kita ini

    BalasHapus
  3. Hemm.. sudah bukan waktunya lagi rasanya kita berharap banyak pada pemimpin2 kita.. (http://ahnku.wordpress.com)

    BalasHapus
  4. “Jika lapar, saya hanya menangis, Jika ada orang yang memberi uang, saya belikan nasi. Hanya nasi. Hanya Nasi. Hanya Nasi,” kata Siti Rahmah, sembari mengeluarkan air mata"

    Saya dari Malaysia. Ungkapan di atas dari nenek tua Indonesia ini sugguh buat saya hiba, sedih dan merasa belas kasihan kepadanya. Apatah lagi di Malaysia ramai orang, mungkin saya salah seorangnya, banyak membazir makanan. Kalau orang tua ini berada di Malaysia, sungguh saya mahu membantunya dan bersedekah dan memberinya makanan. Semoga Allah pelihara dan lindungi ibu tua ini dan melimpahkan rezeki kepadanya..

    BalasHapus
  5. luar biasa...apabila indonesia ingin keluar dari kemiskinan..harus bisa mendidik pola hidup masyarakatnya dulu dengan sedikit meniru cina dengan menerapkan pajak yang besar bagi produk konsumtif..sehingga masyarakat cenderung memilih menabung..sehingga tabungan masyarakat dpt di putar negara untuk proyek investasi tanpa ngemis kepada IMF...bayangkan berapa rupiah yang dihamburkan untuk membeli mobil baru dan premium ?

    bagus
    www.simpelbisnis.wprdpress.com

    BalasHapus
  6. tragis....
    fakta memilukan dari balik pesta pora para penguasa
    fakta menyedihkan dari kesenangan para orang kaya

    BalasHapus
  7. “Jika lapar, saya hanya menangis, Jika ada orang yang memberi uang, saya belikan nasi. Hanya nasi. Hanya Nasi. Hanya Nasi,” kata Siti Rahmah, sembari mengeluarkan air mata”

    BalasHapus
  8. Mampir pas Blogwalking gan... sekedar info, klo butuh info terminal di jakarta dan rute angkutannya, silahkan mampir ke Terminal Blok M

    BalasHapus
  9. indonesia tidak akan bisa keluar dari masalah ini kalau moral birokratnya masih rusak. model birokrat dan politis yang tidak bisa lihat uang nganggur....
    uang negara uang saya... prinsip pejabat INDONESIA...

    BalasHapus
  10. sungguh memilukan .... yg harus malu adalah pemerintah terutama pemerintah daerah.....

    BalasHapus
  11. Jangan mengharapkan uluran tangan pemerintah. Mereka hanya mudah berjanji dan mudah menghianati, biarlah Tuhan yang membalasnya. Yang perlu kita ketuk hatinya adalah para pengurus organisasi Islam seperti Muhammadiyah, NU dsb. serta para pengurus masjid yang posisinya berada paling dekat dengan kaum dhu'afa sekitarnya agar segera membantu mereka dengan dana zakatnya, mengingat zakat adalah hak mereka, bukan untuk membangun gedung maupun masjid. Saya yakin kalau ini dilaksanakan di seluruh pelosok Indonesia maka kaum dhu'afa akan merasa diayomi diringankan beban ekonominya, sehingga kalau mereka kita ajak untuk beribadah merekapun akan merasa ringan menjalankannya. Insya Alloh, Amien.

    BalasHapus